WARAK NGENDOG, IKON AKULTURASI KOTA SEMARANG – Achmad Yani International Airport | Semarang

WARAK NGENDOG, IKON AKULTURASI KOTA SEMARANG

 

Para traveler yangberkunjung ke Kota Semarang tidak lengkap rasanya jika tidak mengenal WarakNgendog yang menjadi ikon Kota Semarang. Warak Ngendog ini merupakan mainankuno khas Kota Semarang yang eksistensinya masih terjaga hingga saat ini dandipamerkan ketika acara Dugderan, perayaan menyambut Bulan Ramadhan. Dalammenyambut Bulan Ramadhan diadakan upacara membunyikan bedug (dug..dug..dug)sebagai penanda puncak permulaan bulan puasa sebanyak 17 kali diikuti suaradentuman meriam (derderder) sebanyak 7 kali. Perpaduan suara ini melahirkantradisi yang diberi nama dugderan.

Kata warak sendiriberasal dari bahasa Arab waraiyang artinya berpantangan, dalam hal ini berpantangan makan atau minum danmenuruti hawa nafsu selama bulan Ramadhan, dan ngendog yang berarti bertelur(Jawa) sebagai hasil atau imbalan yang didapatkan seseorang ketika menjalankansesuatu yang suci. Secara garis besar Warak Ngendog diartikan sebagai prosesyang dilakukan seseorang dalam menjaga kesucian beribadah selama bulanRamadhan, dan di akhir bulan akan menerima kemenangan di Hari Raya Idul Fitri.

Warak Ngendog yangdigambarkan warga Kota Semarang sebagai hewan mitologi yang memiliki cirrifisik kepala menerupai kambing (Jawa), leher yang panjang menyerupai leher unta(Arab) dan badan dengan proporsi menyerupai kilin cina (Tionghoa). WarakNgendog mempunyai bulu-bulu keriting seperti gbas (wedus gembel) dan berwarnamerah, kuning, hijau, putih, serta mulut yang menyeringai menyerupai mulutnaga, kepala bertanduk seperti tanduk kambing.

Warak Ngendog sejatinyatidak hanya sebagai mainan anak-anak yang dipamerkan pada acara Dudgeran atauhanya sekadar ikon Kota Semarang, lebih jauh lagi Warak Ngendog inimerepresentasikan kerukunan masyarakat di tengah pluralisme danmultikulturalisme yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Sudut lurusyang terdapat pada fisik Warak Ngendog merupakan cerminan sikap dan perilakuwarga Semarang yang lurus tidak berbelit-belit, terbuka, dan egaliter, sertaketaatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.